Cerita tentang “Asal Usul Nama Gunung Sibayak” dikisahkan oleh  seorang member mailing list Tanahkaro yang beralamat di  groups.yahoo.com/group/tanahkaro. Berikut adalah kisah selengkapnya:
 Saya pernah dengar cerita dari Nini Bulang saya mengenai Gunung  Sibayak, asal usul nama dari Gunung Sibayak, kenapa namanya dibuat  Sibayak Pada zaman dulu katanya ada satu keluarga yang tinggal di Tanah  Karo tidak jauh dari lereng Gunung Sibayak yang sangat miskin dan dia  mempunyai dua orang Putra, Kira-kira putra yang pertama pada umur 17  tahun dan putra kedua berumur 15 tahun. Ayah mereka terserang penyakit  dan meninggal dan satu tahun kemudian menyusul juga Ibu dari anak  tersebut sakit dan meninggal juga. Jadi tinggal-lah dua putranya menjadi  anak melumang ( Yatim piatu ), begitulah mereka menjalani hari-hari  tanpa didampingi Ayah dan Ibu.
 Waktu berjalan padi yang ditinggalkan semasa Ayah dan Ibu mereka
  masih hidup sudah berangsur-angsur habis. Mau tidak mau dua putra  tersebut mencari lahan yang baru dan subur bermaksud ingin menanam padi.  Merekapun sudah mendapatkan lahan yang mereka anggap subur dan bagus  sekali untuk ditanami padi tepatnya tidak jauh dari lokasi tempat mereka  tinggal dilereng Gunung Sibayak yang dulunya nama gunung tersebut belum  dinamakan Gunung Sibayak tentunya.
 Jadi kedua putra tersebut sepakat menggarap dan membuka lahan  tersebut dan mereka tanpa pikir panjang selesai membuka lahan, dibakar  dan dibersihkan dan segera mereka langsung menanaminya padi. Hari-hari  berjalan padi yang mereka tanam tumbuh bagus karena memang lahan baru  yang sangat subur tentunya. pada umur kira-kira 2,5 bulan padi yang  tumbuh subur sudah rata mengeluarkan buahnya dan sangat indah untuk  dipandang mata. Mulai pada saat itu jugalah kedua putra tersebut harus  setiap hari mulai dari pagi sampai matahari terbenam selalu berada  diladang untuk menjaga padi mereka dari hama Babi hutan dan Monyet yang  pada saat itu masih sangat banyak sekali.
 Disela-sela mereka menjaga padi mereka juga meratakan sedikit tanah  bermaksud ingin mendirikan sebuah Pantar atau bisa disebut gubuk kecil  yang tinggi untuk memantau sekeliling ladang mereka dari atas. Pada saat  mereka menggali dan meratakan lokasi Pantar tersebut tiba-tiba anak  bungsu dari dua putra tersebut tersentak dan sedikit terkejut mendengar  benturan alat yang dia tancapkan ketanah seakan-akan mengenai sebuah  batu atau besi yang apabila berbenturan dengan benda keras lainnya  mengeluarkan api.
 Sibungsu inipun dengan segera memanggil saudaranya dan mereka  menggali dan mengeluarkan benda tersebut. Setelah mereka berhasil  mengeluarkan benda tersebut rupanya mereka menemukan sebuah priuk (  Kudin ) tertutup rapi yang terbuat dari kuningan pada zaman dulu.
 Mereka berdua juga bertatapan mata yah pastinya dihati perasaaan  sedikit senang lumayan bisa buat masak nasi atau merebus air ditengah  ladang. Setelah dibersihkan bagian luar benda tersebut dan mereka  bermaksud membersihkan bagian dalamnya rupanya didalam priuk tersebut  ada sebuah benda kira-kira sebesar 2 gepalan tangan orang dewasa. Mereka  langsung mengeluarkan benda tersebut dan mengusap-usap bagian luarnya,  benda itu mulai kelihatan berkilau dan berwarna kuning.
 Kedua putra tersebut semakin penasaran dan ingin mengetahui lebih  jelas apa barang tersebut walaupun dalam benak mereka berdua sudah ada  kemungkinan barang tersebut Emas yang sengaja disimpan tuan-tuan tanah  yang kaya raya karena takut dirampas oleh musuh-musuhnya. yang tertua  dari kedua putra tersebut langsung menggigit bagian tepi benda tersebut  hasilnya bekas gigi anak tersebut langsung melesup dan meninggalkan  bekas sepertinya tidak sekeras batu atau besi yang apabila digigit tidak  akan melesup dan meninggalkan bekas.
 Putra sulung dari kedua putra tersebut semakin merasa pasti bahwa  benda tersebut adalah Emas dan dia juga langsung memastikan kepada  adiknya kita akan kaya raya karena ini adalah emas peninggalan nenek  moyang Zaman dulu dan memang anggapan mereka benar karena memang benar  barang yang mereka temukan itu adalah Emas.
 Matahari semakin redup, haripun sudah mulai gelap, kedua putra  tersebut sepakat untuk pulang dan membawa benda yang mereka temukan  ke-Gubuk yang tidak begitu jauh dari ladang itu. Pada malam hari selesai  santap malam kedua putra tersebut juga kembali berembuk bagaimana  caranya supaya benda tersebut bisa dijual dan akan mendapatkan uang yang  banyak tentunya.
 Kesepakatanpun akhirnya mereka dapatkan dimana kalau kedua Putra tersebut pergi ke Kota untuk menemui pembeli barang tersebut
tidak bisa dilakukan, sebab salah satu orang harus menjaga padi mereka  diladang dari hama babi dan monyet yang sangat ganas dan siap  menghabiskan padi yang sudah mulai menguning.
 Keputusanpun akhirnya diambil bahwa putra sulung akan pergi keKota  untuk menjual benda yang mereka temukan tersebut dan anak yang bungsu  tetap pergi keladang untuk menjaga padi dengan kesepakatan akan mebawa  semua hasil penjualan keladang dan pastinya dibagi sama rata.
 Keesokan harinya pagi-pagi sekali kedua putra tersebutpun beranjak  pergi dimana yang bungsu berangkat keladang dan yang Sulung berangkat  keKota.
 Tibalah putra yang sulung ditempat berkumpulnya orang-orang kaya  biasanya berjual beli sesuatu yang dibutuhkan termasuk kebutuhan  sehari-hari seperti beras, sayur-sayuran, cabe, ayam, Kuda dan  sebagainya yang tentunya datang dari berbagai daerah.
 Mulailah putra sulung ini mendekati sekumpulan orang yang dia anggap  bisa membeli benda yang dia temukan itu. tawar menawarpun hargapun  akhirnya terjadi, tapi karena tawaran dari pembeli ini belum dianggap  pantas maka putra sulung ini melanjutkan perjalanannya ketempat yang  lebih rame yaitu: Kaban Jahe, disitu ia langsung menemui sekumpulan  orang yang dianggap juga bisa membeli barang tersebut.
 Tawar menawar hargapun kembali terjadi, salah satu dari yang menawar  ini yang sangat kaya raya saat itu tertarik karena dia sudah bisa  memastikan langsung bahwa benda itu adalah Emas dan dia langsung  mengajak putra sulung ini kerumahnya dan menawarkan lembaran uang kertas  tertinggi pada saat itu satu karung ditukar dengan benda tersebut tanpa  dihitung  berapa jumlahnya.
 Putra sulung inipun tidak berpikir panjang dan menerima tawar orang  tersebut karena uang yang ditawarkan itu memang sangat banyak sekali  jumlahnya. Dengan uang sebanyak itu bisa langsung membuat dia sebagai  orang yang sangat kaya raya. Putra sulung inipun langsung mengikat  sebelah dari lobang sarung yang ia selempangkan dari ladang dan  memasukkan uang tersebut.
 Dia memasukkan uang kertas tersebut sambil menekan-nekan supaya muat  kedalam sarung tersebut dan dia langsung mengikat lobang sarung yang  satunya seolah-olah seperti dia memabawa hasil panen dari ladang dan  siapapun tidak menyangka bahwa isinya sebenarnya adalah uang.
 Tanpa berbasa-basi yang panjang putra sulung inipun langsung berpamitan pulang dan membawa karung tersebut menelusuri jalan
pulang. Pastinya dia akan kembali jalan kaki melewati Berastagi menuju lereng Gunung Sibayak yang kita sebut sekarang.
 Sesampainya di Berastagi dia berhenti sebentar untuk melepas dahaga  karena maklum berjalan kaki dari Kabanjahe ke Berastagi ternyat cukup  melelahkan dirinya. Dipemberhentiannya itulah pikiranpun mulai  berdatangan silih berganti maksud hatinya mau dibagaimanakan uang  tersebut. Diapun beranjak dari pemberhentiannya setelah mengeluarkan  beberapa lemabar uang tersebut dan menghampiri para penjaja makanan yang  mereka sangat idam-idamkan dirumah selama ini.
 Putra sulung tersebut juga membungkus makanan-makanan tersebut dengan  jumlah yang lumayan banyak sekali. Tak lupa juga dari situ dia mampir  ketoko-toko kecil yang ada dipinggiran jalan yang biasa dibuka para  pendatang untuk menjajakan
penyubur dan pembasmi hama-hama tanaman.
 Hari sudah sore putra sulung tersebutpun bergegas untuk melanjutkan perjalanan pulang keladang maklum tidak
menyiapkan obor untuk persiapan apabila kemalaman dijalan. Kira-kira  setengah jam lagi perjalanan sampai digubuk putra sulung inipun kembali  berhenti dan membuka semua makanan yang dia beli tadi, tidak lupa juga  sekalian membuka bungkusan kecil yang dia beli dari Toko-toko kecil yang  menjajakan penyubur dan pembasmi hama tersebut.
 Tanpa berpikir panjang diapun mengaduk bahan itu kedalam semua  makanan yang dia bawa maksud hati supaya isi dari ikatan sarung yang dia  bawa tidak akan ada perbagian dan menjadi milik sendiri. Diapun  cepat-cepat meneruskan perjalanan pulangnya ke Gubuk tua peninggalan  dari orang tuanya tersebut, sesampainya di Gubuk dia tidak menemukan  adiknya, memang hari belum begitu gelap sudah pasti adiknya masih  diladang untuk menjaga padi dari ganasnya hama.
 Tanpa menurunkan satupun barang yang dia bawa diapun langsung bergegas menuju ladang bermaksud menemukan sang adik.
Keseharian  adiknya yang menjaga padi dari hama-hama tersebut rupanya  perasaan yang sama juga dia rasakan, bagaimana dan diapakan nanti uang  tersebut apabila si Abang datang dan akan membawa uang yang sangat  banyak. Semenjak itu juga dia lengah manjaga padi dan dia bergegas untuk  memasang ranjau ( Ragem ) yang terbuat dari tajamnya bambu dan ditarik  penyambuk kayu yang dilengkungkan.
 Disetiap jalan masuk dari Gubuk mereka yang menuju ladang sudah  terpasang rapi dan siap menelan korban apabila tersentuh seutas tali  yang dikaitkan ke penyambuk tersebut. Memang Inisiatip sang adik pas  sasaran karena putra sulung yang lagi tergesa-gesa menuju ladang  langsung terperanjak dan bersimbah darah tanpa sempat memberikan  kata-kata terakhir.
 Putra bungsu itupun langsung menghampiri abangnya, dia menemukan  abangnya yang sudah tidak bernyawa dia tidak menghiraukan abangnya dan  langsung membuka bungkusan sarung yang dibawa abangnya tersebut. Putra  bungsu tersebutpun kagum dan sangat senang melihat uang kertas yang  sangat begitu banyak. Disitulah dia melihat bungkusan satunya yang belum  sempat lepas dari genggaman abangnya itu. Pelan-pelan dia menarik  bungkusan itu dan membukanya, perasaan senangpun kian bertambah karena  melihat isinya semua makanan yang sangat enak.
 Tanpa berpikir panjang diapun langsung menyantap makanan itu maklum  lapar seharian menjaga padi diladang. belum selesai menghabiskan makanan  itu putra bungsu inipun sudah mulai merasakan mual bercampur pusing  tanpa pergerakan yang jauh
diapun terjatuh dan meninggal.
 Dari cerita inilah diketahui tidaklah ada orang yang kaya ( Bayak )  semua kembali ke Gunung itu, Gunung itulah yang sebenarnya kaya ( Bayak )  maka disebutlah dia Gunung Sibayak.
 ***
 Saya tidak tahu kebenaran cerita ini yang sesungguhnya apakah ini  hanya sekedar dongeng yang diceritakan Bapak saya sebelum saya tertidur  bermaksud supaya saya tidak berkeliaran main. Namun saya pikir adalah  ini hanya Karo dan Ceritanya dibuat Karo dan terjadinya ada di Karo  tambah yang membuat adalah Karo.
 Saya hanya percaya Karo / orang Karo yang diciptakan oleh Tuhan  semenjak ia menjadikan langit bumi beserta isinya. Tertarik Asal Usul  Karo Versi Drs Janggun Sitepu tinggal menambahkan kedepan dan kebelakang  cerita tersebut. Kebelakangnya mungkin sewaktu bangsa Israel membangun  menara yang tinggi bermaksud supaya bisa berkomunikasi langsung dengan  Tuhan disitulah Tuhan marah dan pada saat itu juga terjadilah manusia  masing-masing, tidak saling mengetahui baik dari bahasa dan kebudayan  yang satu sama yang lain. Dan pada saat itu jugalah salah satu dari  pasangan tersebut mereka adalah Orang Karo dengan bahasanya sendiri dan  mengarah kepada masing-masing tempat yang diarahkan Tuhan tentunya. Dari  situlah Tuhan mengarahkan satu pasang ini ketempat Karo dan mempunyai  lima orang anak laki-laki semua
 
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.